Dinasti Politik Cendana Melawan Dinasti Politik Jokowi Dalam Pertarungan Pilpres 2024

Foto Muhammad Najib, S.Pd
×

Dinasti Politik Cendana Melawan Dinasti Politik Jokowi Dalam Pertarungan Pilpres 2024

Bagikan opini

Adapun, isu dinasti politik mencuat setelah anak dan menantu Presiden Jokowi memasuki arena kontestasi Pemilu 2024 baik sebagai peserta maupun pendukung/pengusung. Putra sulung (Gibran Rakabuming Raka) dan menantunya (Bobby Nasution) kini menjabat sebagai kepala daerah, sedangkan putra bungsunya (Kaesang Pangarep) didapuk menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). PSI menjadi salah satu partai pengusung Prabowo-Gibran. 

Adapun, putra sulung Jokowi dimaksud, yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang kini resmi menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping calon presiden (capres) Prabowo Subianto. Keduanya, menjadi pasangan calon (paslon) nomor urut 2. Sementara itu, menantu Jokowi Bobby Nasution merupakan Wali Kota Medan yang baru saja dipecat oleh partai asalnya yakni PDI Perjuangan (PDIP) akibat mendeklarasikan dukungannya kepada Prabowo-Gibran, bukan kepada paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang diusung PDIP.  Pada survei terbarunya, Saiful merancang pertanyaan dengan penjelasan lebih spesifik mengenai politik dinasti guna menambah kejelasan bagi masyarakat. 

Terhadap pertanyaan tersebut, hanya 38% publik yang tahu atau pernah mendengar mengenai politik dinasti dalam pengertian yang dijelaskan di atas. Sementara itu, 62% tidak tahu. Kemudian, sebanyak 53% responden yang mengetahui politik dinasti menyatakan setuju dengan pandangan bahwa praktik tersebut tidak adil karena mengurangi kesetaraan kesempatan bagi setiap warga untuk menjadi pejabat pemerintahan.  Selebihnya, ada 45% yang tidak setuju dan 2% tidak tahu. Dari yang tahu, sebanyak 85% menyatakan tidak suka dengan politik dinasti, sedangkan 13% menyatakan suka, dan sisanya tidak menjawab.  

Kemudian, Saiful menilai sentimen negatif terhadap politik dinasti akan lebih kuat apabila disosialisasikan dan jumlah publik tahu menjadi mayoritas.  “Reaksi keras pada praktik politik dinasti pada Jokowi belum terlihat karena basis yang sekarang mengetahui hal itu masih sedikit, 38%,” kata dia.  

Sekadar informasi, survei opini publik itu menggunakan populasi seluruh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dalam pemilu. Sampel yang diambil yakni sebanyak 2.400 responden dipilih secara acak (stratified multistage random sampling) dari populasi tersebut.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini